Minggu, 01 Mei 2011

Haramkah Tukar Cincin Kawin??

Oleh: Ibnu Sahro
Telah menjadi kebiasaan masyarakat sejak lama untuk mengakhiri prosesi lamaran dengan cara mengenakan cincin kawin. Caranya adalah sang calon mempelai laki-laki memakaikan cincin kawin kepada calon mempelai wanita didepan para undangan, begitu juga sebaliknya. Semua ini dilakukan didepan khalayak umum. Hal semacam ini meskipun terjadinya adalah pada awal fase lamaran, yaitu sebelum akad nikah, tapi ini mengandung konsekuensi syari’at.

Asal-usul Cincin Kawin
Syaikh Muhammad Al-Albani menjelaskan bahwa sebagian lelaki mengenakan cincin yang mereka sebut sebagai cincin kawin. Padalah, ini merupakan bentuk taqlid (meniru) budaya orang kafir, karena budaya ini berasal dari kaum Nasrani.
Kebiasaan ini berasal dari kebudayaan kuno mereka, ketika pengantin lelaki memakaikan cincin di ibu jari kiri pasangan seraya berkata, “Dengan nama tuhan bapa”. Kemudian ia memindahkannya ke jari telunjuk seraya berkata, “Dengan nama tuhan anak”. Kemudian memakaikan di jari tengah sambil berucap, “Dengan nama ruh kudus”. Barulah ketika ia mengatakan amin, ia memindahkan untuk terakhir kalinya ke jari manis.
Muhammad As-Sayyid Athiyyah dalam kitabnya Akhtha’un Yaqa’u fiha Al-‘Arusain berkata, Pemahaman dan kebudayaan tersebut tidaklah berasal dari Islam. Pencetus dan penciptanya adalah orang non muslim yang semua itu dilakukan tanpa ada landasan. Itu adalah salah satu kepercayaan yang mereka duga sendiri. Jadi, siapa yang melakukannya maka ia telah menyerupai dengan mereka. Nabi Muhammad SAW telah memperingatkan Rosululloh bersabda, “Barangsiapa meniru-niru suatu kaum, berarti ia termasuk golongan kaum tersebut“ (HR. Ahmad dan Abu Dawud, isnadnya dhaif karena didalamnya ada Abdurrahman bin Tsabit yang masih dipersoalkan. Akan tetapi oleh Syaikh Al-Albani dishahihkan dalam Shahih Al-Jami’ : 6025).
Abu Malik Kamal As-Sayyid Salim dalam kitabnya Shahihu Fiqhis Sunnah menjelaskan, bahwa di dalam Islam tidak terdapat dalil apapun untuk menunjukkan proses khitbah (peminangan) yang semacam itu. Prosesi tersebut merupakan taklid dari kebudayaan asing yang dicetuskan oleh bangsa Firaun. Ada juga yang mengatakan ini taklid ajaran Nasrani.
Namun, ada juga yang berpendapat lain. Pendapat ini disampaikan oleh hakim agama Muhammad Ahmad Kan’an, penulis kitab Ushul Mu’asyarah Az-Zaujiyyah. Ketika ditanya, bagaimana hukum menggunakan cincin pertunangan untuk sepasang manusia yang bertunangan? Ia menjawab, memakai cincin sebagai tanda pertunangan atau pernikahan adalah adat yang biasa dilakukan oleh sebagian orang, tetapi sebelumnya tidak dikenal oleh umat Islam. Hanya saja, seorang wanita memang boleh memakai cincin sebagai perhiasan, baik cincin emas maupun perak. Adapun laki-laki tidak boleh memakai cincin yang terbuat dari emas, dan diperbolehkan untuk selainnya. Mesti demikian, hal itu sebaiknya tidak dilakukan.

Sebab-sebab Haramnya
Sebagaimana saya sebutkan di awal, hal semacam ini meskipun terjadinya adalah pada awal fase lamaran, yaitu sebelum akad nikah, tapi ini mengandung konsekuensi syari’at sebagai    berikut :
Pertama, tindakan semacam itu hukumnya tidak boleh. Secara syar’i, seorang pelamar tidak diperkenankan menyentuh wanita yang dilamarnya mesti hanya sekedar berjabat tangan. Rosululloh telah melarang seorang lelaki menyentuh wanita yang bukan mahramnya. Beliau  bersabda, “Jika kepala salah seorang ditusuk jarum dari besi, itu lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya (bukan mahram)” ( HR. At-Thabrani).
Bahkan, ketika Nabi Muhammad membaiat para wanita, beliau sama sekali tidak menyentuh tangan mereka. Ketika Rosululloh membaiat para wanita dengan ucapannya, Aisyah mengisahkan, “Demi Alloh, beliau sama sekali tidak menyentuhkan tangannya dengan tangan seorang wanita pun dalam pembaiatan tersebut. Beliau bersabda, “Sesungguhnya aku tidak berjabat tangan dengan wanita” (hadits shahih yang diriwayatkan Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwatha’). Larangan ini berlaku baik untuk kaum lelaki maupun wanita.
Jadi, kesalahan pertama dalam masalah ini adalah sang pelamar menyentuh tangan wanita yang dilamarnya. Ini hukumnya tidak boleh. Dan selama hal tersebut diharamkan oleh syari’at maka kita tidak boleh melakukannya, apalagi memamerkannya (sebagaimana yang sering terjadi) di depan khalayak umum.
Kedua, terkadang cincin yang digunakan oleh para lelaki terbuat dari emas. Padahal, Nabi telah melarang para lelaki memakai sutra dan emas. Beliau bersabda, “Dihalalkan memakai sutra dan emas bagi umatku yang wanita dan diharamkan bagi yang laki-laki” (Musnad Ahmad : XLII/473).
Jadi, mengenai cincin atau perhiasan lainnya dari emas hukumnya haram bagi lelaki. Inilah yang terjadi pada sebagian pengantin pria yang menggunakan cincin kawin dari emas demi penampilan dan gengsi untuk menunjukkan bahwa ia mampu membelinya. Padahal menggunakan perak pun tidak masalah, dan yang lebih baik lagi adalah menggunakan cincin biasa yang merupakan sunnah Rosul bagi orang yang ingin mengikutinya.
Namun, boleh-boleh saja seorang lelaki memberi calon istrinya cincin, baik yang terbuat dari emas, perak, maupun besi sebagai hadiah untuknya. Adapun jika wanita yang dilamar ingin memberi hadiah kepada pelamarnya maka ia boleh saja memberikan cincin yang terbuat dari perak, asalkan tetap menjaga hal-hal yang bersifat syar’i, tanpa bersentuhan, berjabat tangan, atau duduk bersandingan. Wallahua’lam bishowab.